Hidup dalam sebuah impian mungkin dambaan semua orang. Siapa di dunia ini yang tidak suka bermimpi atau berkhayal ? Hanya manusia-manusia berkacamata tebal dan berkepala botak mungkin yang tidak suka bermimpi, tapi apakah mungkin orang-orang tersebut tidak suka bermimpi ? Aku rasa tidak. Setiap orang memiliki mimpi dan mereka pasti berupaya keras untuk menjadikanya nyata. Tak semudah itu. Saat khayalan atau impian melampaui jangkauan, terkadang manusia menyerah dengan keadaan. Keadaan selalu menjadi kambing hitam saat semua hal gagal. padahal bila kita berpikir lebih teliti lagi keadaan adalah hasil dari keadaan sebelum keadaan menjadi kambing hitam seutuhnya. Jadi apa atau siapa yang salah saat khayalan atau impian tidak bisa tercapai ? Orang lain ? Diri kita sendiri ? Setiap orang punya jawaban masing-masing dan mereka pasti bersikukuh atas jawabannya. Manusiawi.
Saat kulihat malam ini begitu gelap khayalanku seakan terbawa kedalamnya. Kedalam sebuah lorong hitam dan gelap. Betapa aku memimpikan setitik cahaya terang saat ini, barang hanya untuk menerangi jalanku yang begitu gelap dan sunyi. Hanya suara langkah dan nafasku yang bisaku dengar. Sebuah keadaan yang sangat kusesali tapi apa daya aku telah terlarut terlalu dalam. Terlambat sudah bila ku harus menyalahkan keadaan yang sepenuhnya kuputuskan sendiri. Sekilas ku melihat sebuah cahaya kecil, tidak begitu menyilaukan mata tetapi cukup untuk membuat semangat ku bangkit kembali. Ingin rasanya diriku berlari ke cahaya kecil itu, tetapi gelap dan sunyinya lorong membuatku ragu untuk berlari. Aku masih waras dengan akal sehatku, aku merasakan pijakanku tidak semulus yang mungkin orang lain pikirkan. Aku merasa menginjak banyak batu-batu keras yang tak terhingga jumlahnya. Batu-batu kecil tetapi berjumlah banyak sama saja dengan sebuah batu sungai yang besar dan kokoh, bisa saja mencelakakanku dengan sekejap mata bila diriku tak waspada. Akhirnya ku putuskan untuk berjalan perlahan sambil kukenali jalan yang ku tapaki. Sebuah perjalanan lambat yang memberikan harapan. Cahaya itu semakin dekat denganku, aku pun sedikit memicingkan mataku dan cahaya yang terlihat dari jauh begitu kecil saat semakin dekat dengan sunber cahaya, ternyata cahaya itu begitu besar dan menyilaukan mata. Membuatku lengah akan jalan yang kutapaki. Tak terasa cahaya itu pun sangat dekat dan menyilaukan. Aku pun mulai berlari kecil. Suara langkahku semakin cepat. jantungku juga berdebar tak karuan karena menemukan jawaban dari impianku. Tetapi karena terlalu bersemangat, kaki kiriku terantuk sebuah batu. Sebuah batu yang mestinya ku waspadai penuh. Diriku pun terjatuh dan cahaya itu pun pergi. Sebuah ironi klasik saat kelengahan menghancurkan segalanya. Hatiku pun remuk karena harapanku akan cahaya itu sirna begitu saja. Hilang tak berjejak seperti jejak langkah manusia di padang pasir terhapus badai pasir. Hilang sudah. Aku pun tertunduk lesu dalam sebuah lorong harapan yang gelap dan sunyi. Seakan alam tak sudi melihat diriku bahagia. Alam punya cara lain untuk menjawab impian dan harapan seorang manusia. Tergantung dari manusia itu sendiri bisa menerima atau tidak jawaban alam tersebut. Karena alam adalah hasil impian dan harapan Tuhan.
-Alta Titus-
Memiliki impian tentu tidak salah, perbedaan antara pemimpi dan realistis bukan pada mereka bermimpi atau tidak. Tetapi bagaimana usaha mereka mewujudkan mimpiny :)
ReplyDelete