Wednesday, December 17, 2014

Impian dan Harapan

Hidup dalam sebuah impian mungkin dambaan semua orang. Siapa di dunia ini yang tidak suka bermimpi atau berkhayal ? Hanya manusia-manusia berkacamata tebal dan berkepala botak mungkin yang tidak suka bermimpi, tapi apakah mungkin orang-orang tersebut tidak suka bermimpi ? Aku rasa tidak. Setiap orang memiliki mimpi dan mereka pasti berupaya keras untuk menjadikanya nyata. Tak semudah itu. Saat khayalan atau impian melampaui jangkauan, terkadang manusia menyerah dengan keadaan. Keadaan selalu menjadi kambing hitam saat semua hal gagal. padahal bila kita berpikir lebih teliti lagi keadaan adalah hasil dari keadaan sebelum keadaan menjadi kambing hitam seutuhnya. Jadi apa atau siapa yang salah saat khayalan atau impian tidak bisa tercapai ? Orang lain ? Diri kita sendiri ? Setiap orang punya jawaban masing-masing dan mereka pasti bersikukuh atas jawabannya. Manusiawi.
Saat kulihat malam ini begitu gelap khayalanku seakan terbawa kedalamnya. Kedalam sebuah lorong hitam dan gelap. Betapa aku memimpikan setitik cahaya terang saat ini, barang hanya untuk menerangi jalanku yang begitu gelap dan sunyi. Hanya suara langkah dan nafasku yang bisaku dengar. Sebuah keadaan yang sangat kusesali tapi apa daya aku telah terlarut terlalu dalam. Terlambat sudah bila ku harus menyalahkan keadaan yang sepenuhnya kuputuskan sendiri. Sekilas ku melihat sebuah cahaya kecil, tidak begitu menyilaukan mata tetapi cukup untuk membuat semangat ku bangkit kembali. Ingin rasanya diriku berlari ke cahaya kecil itu, tetapi gelap dan sunyinya lorong membuatku ragu untuk berlari. Aku masih waras dengan akal sehatku, aku merasakan pijakanku tidak semulus yang mungkin orang lain pikirkan. Aku merasa menginjak banyak batu-batu keras yang tak terhingga jumlahnya. Batu-batu kecil tetapi berjumlah banyak sama saja dengan sebuah batu sungai yang besar dan kokoh, bisa saja mencelakakanku dengan sekejap mata bila diriku tak waspada. Akhirnya ku putuskan untuk berjalan perlahan sambil kukenali jalan yang ku tapaki. Sebuah perjalanan lambat yang memberikan harapan. Cahaya itu semakin dekat denganku, aku pun sedikit memicingkan mataku dan cahaya yang terlihat dari jauh begitu kecil saat semakin dekat dengan sunber cahaya, ternyata cahaya itu begitu besar dan menyilaukan mata. Membuatku lengah akan jalan yang kutapaki. Tak terasa cahaya itu pun sangat dekat dan menyilaukan. Aku pun mulai berlari kecil. Suara langkahku semakin cepat. jantungku juga berdebar tak karuan karena menemukan jawaban dari impianku. Tetapi karena terlalu bersemangat, kaki kiriku terantuk sebuah batu. Sebuah batu yang mestinya ku waspadai penuh. Diriku pun terjatuh dan cahaya itu pun pergi. Sebuah ironi klasik saat kelengahan menghancurkan segalanya. Hatiku pun remuk karena harapanku akan cahaya itu sirna begitu saja. Hilang tak berjejak seperti jejak langkah manusia di padang pasir terhapus badai pasir. Hilang sudah. Aku pun tertunduk lesu dalam sebuah lorong harapan yang gelap dan sunyi. Seakan alam tak sudi melihat diriku bahagia. Alam punya cara lain untuk menjawab impian dan harapan seorang manusia. Tergantung dari manusia itu sendiri bisa menerima atau tidak jawaban alam tersebut. Karena alam adalah hasil impian dan harapan Tuhan.

-Alta Titus-

Friday, December 12, 2014

the Coffee Shop (part 3)

hal yang langka. Anna sangatlah tidak percaya dengan kebetulan. tapi apakah ini sebuah kebetulan atau memang sudah rencana yang tersusun rapih oleh semesta mempertemukan mereka berdua lagi ? Anna masih bertanya-tanya dalam dirinya "apakah iya ? mungkin dia memang sering ke sini, dan aku memang sudah jarang ke sini maka dari itu aku jarang melihatnya ada di sini." Anna bergumam dalam hatinya.
"hei siapa dia Anna ? kau seakan melihat sesosok hantu saja sampai-sampai kau terpaku dan tidak mendengarkan ceritaku." Hujan mulai kesal karena tidak lagi di perhatikan oleh kawan lamanya ini.
"hah...hah....maaf Hujan, aku hanya terkejut saja melihatnya. apa kau percaya dengan kebetulan ?"
"iya siapa yang kau lihat ? kebetulan ? ya itu bisa saja terjadi, kau sendiri kan semesta memiliki caranya sendiri untuk mengecohkan rencana dari mahkluk di dunia yang di juluki manusia" Hujan kesal dan mulai memangku dagu ke tangannya.
"itu pria yang waktu itu aku bertemu di sini, Arthur. kau masih ingatkan ??" Anna masih penasaran dengan kata 'kebetulan'
"ohhh Arthur, yang mana orangnya ??" Hujan mulai penasaran dengan menengok ke belakang mencari-cari sosok pria yang membuat temannya seakan melihat manusia mati kembali bisa berjalan. dan Anna pun langsung menunjukan jari telunjuknya ke arah Arthur. Arthur pun tidak sadar bila di sana ada Anna sedang melihatnya tajam. Arthur langsung memesan segelas capucino tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri. setelah pesananya datang Arthur pun langsung keluar dari Coffee shop itu.
Anna sedikit penasaran, dia ingin mengejar Arthur tapi dia masih memikirkan harga dirinya. "kenapa  ? kau ingin mengejarnya ? kejar lah dia tak usah kau pikirkan gengsimu itu. itu juga bila kamu mau" Hujan seakan tahu perasaan dari Anna yang ingin berdiri dan mengejar Arthur hanya untuk mengucapkan kata 'hai' saja. "Ah tidak, untuk apa ? mungkin nanti juga bertemu. sudahlah toh dia juga sudah pergi untuk apa aku harus mengejarnya ? yang ada aku akan kikuk dan yang terburuk adalah aku malah tidak bisa berkata-kata lagi. apa untungnya untuk ku ?" muka Anna memerah,  muka Anna seakan tidak bisa berbohong kalau ada sesuatu yang dia simpan dalam hatinya.
"bila kau tidak mau mengejarnya sekarang ? ya sudah itu adalah keputusanmu. semua hal tidak akan terulang dua kali." Hujan pun hanya tersenyum melihat Anna.
tak lama kemudian Arthur melewati jendela besar di sebelah tempat duduk Hujan dan Anna. Arthur pun tersenyum. dia pun melambaikan tangannya dan tersenyum kepadanya. "apakah aku boleh ikut duduk di sana ?" Arthur berkata di balik jendela besar yang tertutup. Hujan dan Anna pun memasang muka heran karena suara Arthur tidak terdengar jelas. akhirnya Arthur pun mengayunkan tangannya dan berjalan setengah berlari masuk kembali ke Coffee shop. Arthur menebarkan senyumannya saat masuk kembali ke dalam. "hei, aku tidak melihatmu saat masuk tadi, sejak kapan kau ada di sini ?" Arthur meletakan gelas kertasnya yang berisi capucino di meja Anna dan Hujan.
"euuuuuu...hmmmm....aku sudah sejak tadi di sini dan aku juga euuuu melihatmu saat masuk tadi." Anna menjawab sambil tergagap karena malu.
"mengapa kau tidak memanggilku ? maaf kan aku juga tidak melihatmu"
"euuu...tidak, aku hanya euuuu....ini kenalkan temanku Hujan"
"Hujan, nama yang bagus. Arthur" tangan Arthur dan Hujan pun saling bersalaman.
Hujan hanya menjawab degnan senyuman tipis. "maafkan aku, aku tidak bisa terlalu lama di sini karena klienku menunggu di kantornya." Arthur pun langsung mengangkat gelas kertasnya dan melambaikan tangan menandakan dia akan pergi. Anna hanya terpaku dan melambaikan tangan juga kepadanya.
"kebetulan ? apa iya kebetulan itu ada ? ahh tidak mungkin." Anna berbicara kepada Hujan.
"alam sudah merencanakan sesuatu yang di luar nalar kita Anna, tapi ya terserah lagi padamu apakah kau mau percaya atau tidak. sederhana bukan ?"
"iya memang sederhana tetapi hmm...tapi aku..."
"kenapa ? aku tahu apa yang kau rasa sekarang Anna hehe"
"apa  ?"
"kau tertarik padanya bukan ?? janganlah bohong pada dirimu sendiri Anna." Hujan tersenyum lagi sambil meminum segelas coklat panas yang dia pesan.
"hmmm...aku hmmmm...memang aku tertarik padanya tetapi aku masih belum bisa menerima orang baru secepat ini." Anna menutup mukanya dengan kedua tangannya. "hatiku masih pada pria yang dulu pernah singgah di hatiku selama beberapa tahun. tidak lah mudah melupakannya, tetapi Arthur seakan datang untuk memberikan cahaya baru kepada hatiku. semuanya terlalu cepat."
"apalah artinya cepat atau lambat bila semuanya akan sama saja ?" Hujan memegang tangan Anna lembut. Anna merasa hatinya tergelitik karena ada sesuatu yang dia rasa berbeda. rasa yang sama seperti saat dia bertemu pertama kali dengan pria yang sudah menikah dengan wanita lain itu. jantung yang berdebar-debar saat melihat Arthur adalah rasa yang sama saat dia melihat pria yang dia cintai nya dulu. apakah ini namanya cinta yang kembali berkembang setelah sesaat mati ?
"mengapa kau teradiam ? apakah kau mulai memikirkannya ?" Hujan mulai menginterogasi Anna dengan muka seriusnya. "apa kau tidak siap dengan orang baru saja atau ada hal lain yang membayangimu ?" suasana menjadi tegang dan Anna mulai tidak nyaman dengan tempat duduknya sekarang. hujan pun menyenderkan punggungnya, kaki kirinya memangku kaki kanannya dan tanganya mulai di lipat. matanya tajam menatap Anna lekat-lekat dengan salah satu alisnya naik ke atas. "janganlah melihatku seperti itu, aku merasa tidak nyaman dengan tatapanmu." Anna mulai menunduk dengan pipinya yang merah karena malu. "aku tidak menutup-nutupi perasaanku, hanya saja mungkin sekarang bukan waktu yang tepat saja." Anna mencoba menjawab pertanyaan Hujan sambil sedikit berbisik.
"kapan waktu yang tepat ? saat kamu menjadi orang lain ? lepaskan dirimu Anna, biarkan dirimu mengikuti arus sungai cinta ke sebuah perjalanan panjang sampai kau menemukan sebuah samudra cinta yang luas membentang di depan nanti. apa perlunya kau menentang arus cinta yang kau rasa sekarang ? dirimu bukanlah seekor ikan salmon yang bisa menentang arus cinta tetapi dirimu adalah seekor ikan emas yang terperangkap dalam aliran sungai yang belum pernah kau kenal sebelumnya. itu lah sebabnya kau mencoba untuk berontak dan menentang arus asing yang aneh bagi dirimu. tetapi kau masih penasaran dengan arus itu sendiri. keputusan kembali lagi pada dirimu Anna. aku hanya membantu mu untuk kembali menjadi Anna yang aku kenal sebelumnya." Hujan mulai memberikan nasihat-nasihat yang Anna perlukan. tetapi sebagaimana keras Hujan menasihati Anna, hati Anna masih saja tertutup untuk hal itu.
"namun...aku...ah sudahlah mungkin benar juga apa katamu. aku ingin juga menikmati arus cinta yang setelah aku sempat terjaring ke daratan patah hati yang sempat membuatku kehabisan nafas dan tak bisa berpikir jernih, sejernih air sungai cinta yang biasa aku selami." Anna menyandarkan kepalanya, karena dia merasa sedikit lelah dengan perbincangan tentang nostalgia cintanya.
Anna mulai menoleh lemah ke jendela besar, dia melihat beberapa pasangan yang sangat menikmati indahnya kehidupan cintanya. ada yang saling memandang tanpa kata tapi seakan saling mengerti satu sama lain. ada juga yang saling bertukar canda dan tawa. keindahan yang sempat dia rasakan dulu. tangan Hujan memegang  bahu Anna untuk sekedar membalikan pandangannya.
"sudah, mari kita berjalan-jalan saja daripada kau terdiam seperti ini. aku tidak suka melihatmu seperti ini Anna ! maafkan aku juga sedikit meremehkan mu tadi. aku hanya ingin kau kembali menatap masa depanmu yang indah dengan seseorang yang bisa mencintaimu apa adanya, aku tak mempunyai maksud lain." Hujan meminta maaf karena dia merasa bersalah membuat Anna terdiam dan menjadi muram.
"sudahlah tak usah kau pikirkan Hujan. aku tau kau seperti apa, aku bisa memaklumi perlakuanmu terhadapku tadi memang untuk membuat diriku kembali menjadi bersemangat dan tidak untuk menjatuhkan ku."
akhirnya mereka pun berpelukan erat layaknya dua orang sahabat lama yang terpisah sangat lama. dan pada waktu yang bersamaan seorang pria melihat Hujan dari kejauhan dengan wajah yang berseri juga. pria itupun berlari menghampiri Coffee shop itu, tetapi sesampainya di sana Hujan dan Anna sudah meninggalkan tempat itu tanpa meninggalkan jejak sedikitpun untuk bisa di kejar oleh pria tersebut. Pria itu pun duduk di tempat Hujan duduk, dia memegang kepalanya dengan kesal. dia hanya terlambat se per sekian detik saja. kenapa pria itu begitu ingin bertemu dengan Hujan ? mungkin dia teman lama hujan saja atau mungkin. entahlah karena dia terlihat tergesa-gesa berlari saat melihat Hujan.
senja kala itu sangatlah indah. tidak ada hujan di hari itu yang barang setetes pun turun dari awan kelabu. jangankan hujan awan kelabu pun bagaikan enggan menggantung di atas sana. terlihat lukisan indah di atas sana dengan percampuran warna jingga tua dan kuning, perpaduan warna yang indah untuk hari yang tak pernah Anna dan Hujan lupakan.



-Alta Titus-

Thursday, December 11, 2014

Putri Nora dan Kerajaan Kelabu

Pada suatu hari lahirlah seorang putri yang cantik jelita. Dia di beri nama Nora. Wajahnya cantik dan rupawan. Banyak rakyat yang mencintainya. Dia terlahir di sebuah kerajaan yang cerah dengan seorang ayah yg menduduki kekuasaan sebagai raja dan ibunya sebagai ratu. Nora tidak pernah kekurangan sesuatu sedikitpun. Makanan, minuman, mainan dan juga perhiasaan sangatlah berlimpah di kerajaan tersebut. Sampai pada suatu hari Kerajaan terang di serang oleh kerjaan kelabu. Raja kelabu sangat tidak suka dengan kerajaan terang. Rakyat kerajaan terang sangatlah makmur dengan pertanian dan pertenakannya. Rakyat kerajaan terang juga sesungguhnya tidak pernah merasakan kesusahan yang sangat teramat berat karena Raja dan Ratu terang sangatlah mencintai Rakyat dan begitu sebaliknya. Berbeda dengan kerajaan kelabu yang sangat kelabu dan dingin. Raja kelabu sangatlah tamak. Pajak yang di pungut dari rakyat kerajaan kelabu sangatlah tinggi. Tidak aneh bila kekerasaan adalah hal yang biasa terjadi di kerajaan kelabu. Singkat cerita suasana Kerajaan kelabu sangatlah jauh berbeda dengan kerajaan terang. Maka dari itu Raja kelabu sangatlah ingin menghancurkan kerajaan Terang sampai akhirnya kerajaan kelabu pun menyerang dengan sangat brutal. Tetapi kebrutalan itu membuat kerajaan kelabu kalah dan mundur dari peperangan. Saat itu pula Raja bersumpah akan membalas dendam. Sesaat dia melihat Nora dari kejauhan dan membuatnya menemukan ide baru.

Bertahun-tahun kemudian Nora pun tumbuh dewasa menjadi putri yang cantik jelita. Matanya bulat dan senyuman selalu hinggap di bibirnya. Putri Nora sangatlah dekat dengan Rakyat kerajaan terang. Kesenangan Kerajaan Terang selalu di pantau oleh Raja kelabu. Dia sudah bersumpah untuk membalaskan dendamnya dan dia merasa sekaranglah waktu yang tepat. Seluruh para panglima perang kerajaan kelabu pun di kumpulkannya dengan cepat untuk merundingkan taktik dan strategi penyerangan ke kerajaan terang. Akhirnya sebuah siasat tercetus, raja Kelabu sangat menginginkan putri Nora sebagai tawanannya  agar bisa merebut kekuasaan kerajaan terang. Dia pun mengirimkan anaknya yang memiliki umur tidak jauh berbeda dengan Putri Nora, namanya adalah Morao.

Morao pun akhirnya menyusup ke dalam kerajaan terang. Dia berpakaian dan berkelakuan seperti layaknya rakyat kerajaan terang biasanya. Morao tahu bila Putri Nora dekat dengan rakyatnya dengan itulah dia memperdaya Putri Nora yang akhirnya terpikat dengan Morao. Setelah Morao mendapatkan hati Putri Nora, Morao pun membawa kabur Putri Nora dengan cara mengajaknya melihat keindahan bintang di salah satu buki di luar kerajaan Terang. Saat Morao dan Putri Nora tiba di bukit itu tidak lama berselang suara gemuruh langkah kaki para prajurit kerajaan kelabu datang dan diikuti oleh suara tapak kuda yang gagah yang di tunganggi raja kelabu. Raja kelabu pun tertawa dengan puas dan memuji hasil kerja anaknya Morao. Putri Nora merasa dikhianati dan merasa menyesal pernah mengenal Morao.

Putri Nora berontak dan berusaha untuk berteriak tetapi tak ada gunanya, mulutnya di sumpal oleh kain dan tangannya terikat erat oleh tali tambang yang tebal. Kerajaan Terang menjadi gempar saat Raja Terang sadar kehilangan putrinya, dia memanggil semua panglima nya dan para penjaga perbatasan gerbang kerajaanya. Raja Terang sangatlah Murka dan tidak biasanya dia seperti ini. Dia mengutus beberapa panglima perangnya dan para prajurit untuk mencari keberadaan anaknya. Sesampainya Raja kelabu di kerajaanya dia pun membuka buntalan kain yang terjepit di mulut Putri Nora. Putri Nora sangatlah tenang dia tidak lagi berontak seperti ikan salmon yang di angkat paksa dari air. Wajahnya yang rupawan memang membawa sebuah kedamaian tersendiri bagi Raja Kelabu. Tetapi kedamaian itu tertutupi oleh dendam yang masih di pendam oleh nya terhadap kerajaan Terang. Putri Nora pun di buang ke sebuah kamar gelap yang bau dan terawat. Temboknya berlumut dan sangatlah lembap. Raja Terang sedikit putus asa, pencarian Putri Nora sangatlah sia-sia. Sampai ada sebuah burung merpati berbulu kelabu hinggap di jendela kamar raja kelabu. Dia membuka surat yang terselip di kaki merpati itu. Dirinya tersontak kaget membaca surat itu yang mengatakan bila Putri Nora ada di dalam kerajaan kelabu. Raja terang kalang kabut keluar dari kamarnya menemui Ratu Terang di taman kerajaan yang selalu murung karena Putrinya hilang entah kemana. Raja dan Ratu Terang bersama para panglima dan prajurit Terang bergegas pergi ke kerajaan kelabu. Putri Nora yang di sekap oleh Raja Kelabu akhirnya di keluarkan untuk menghadap Raja kelabu. Raja kelabu mulai menanyainya hal ini dan itu tetapi Putri Nora sangatlah tenang menjawab pertanyaan - pertanyaan itu. Raja kelabu sangatlah heran dengan ketenangan Putri Nora. Seakan tidak ada rada takut di hatinya. Putri Nora pun memberikan sebuah nasihat yang berujung dengan perdamaian antara kerajaan Terang dan kerajaan Kelabu. Nasihat itupun di tolak mentah-mentah oleh Raja kelabu. Dwi matanya dendam masih harus di balaskan. Tetapi seakan hatinya terasa hangat karena kata-kata dan nasihat-nasihat putri Nora yang sangat lembut. Hatinya yang kelabu seperti mendapatkan cahaya hangat matahari di pagi hari. Matanya yang awalnya sangat sinis saat melihat Putri Nora berubah menjadi ramah. Mata Putri Nora seakan menghipnotis mata sinis Raja kelabu. Kata-kata indah yang keluar dari Putri Nora membuat hati Raja kelabu yang penuh dendam
menjadi damai.

Akhirnya pasukan, Raja dan Ratu terang pun datang di kerajaan kelabu. Raja Terang berteriak memanggil nama Putrinya. Kerajaan kelabu bagaikan kerajaan yang terkutuk. Tembok-temboknya berwarna abu-abu dan awan di atasnya pun selalu  berwarna abu-abu yang gelap. Tak lama kemudian gerbang kerajaan Kelabu terbuka, berjalanlah Raja Kelabu dengan diiringi pasukannya keluar dari gerbang tersebut. Putri Nora pun di bawanya keluar dan senyuman khasnya pun kembali mampir di wajahnya saat dia melihat ayah dan ibunya. Raja kelabu mengembalikan Putri Nora dengan sukarela tanpa ada perlawanan. Dan dia pun meminta maaf karena menculik Putri Nora. Raja Terang yang tadinya sangatlah marah seketika berubah menjadi ramah karena Raja di depannya dengan rendah hati meminta maaf dan mengakui kesalahanya. Awan abu-abu pun seakan tersingkir sedikit demi sedikit memberikan celah untuk matahari sore masuk di antaranya dan membuat sebuah lembayung senja yang indah. Karena perdamaian lah yang membuat semua itu terjadi.

-tamat-


Alta Titus

Tuesday, December 2, 2014

the coffee shop (part 2)

Anna begitu cantik hari itu, mengenakan gaun merah dengan riasan yang cerah membuat dirinya nampak sangat ceria. mungkin hatinya tidak seperti wajahnya tapi dia telah menantang matahari dan akhirnya Anna pun berani datang ke pernikahan seseorang yang dulu pernah dia cinta.
warna gaun nya menarik berbagai mata yang ada di coffe shop itu. dengan membawa segelas coklat panas Anna pun duduk di sebelah jendela besar yang menghadap ke jalan. dia melihat begitu banyaknya orang-orang yang begitu bersuka cita. Anna pun merasakan kesendirian yang  mendalam. tidak ada seseorang lagi di seberang kursi tempat dia berlabuh. tak ada lagi teman yang bisa dia ajak berbicara tentang hal-hal aneh di dunia ini. tidak ada lagi cinta yang dia rasa. hatinya seakan membeku sampai coklat panas yang ada di depannya tidak bisa menghangatkan hatinya.
Anna menyandarkan kepalanya di jendela kaca. dia berusaha  merapihkan kembali sisi-sisi hatinya yang sudah rontok karena gempa cinta yang merusak hatinya. "haahhh...kau masih mengharapkan dia kembali untuk merekatkan sisi-sisi hati mu yang rontok ? jangan lah bodoh !" bayangan sisi Anna yang lain pun keluar untuk mencemoohnya, dia tidak terlalu suka melihat Anna murung karena keputusan yang dia ambil sendiri.
"hey...aku tidak bodoh, aku hanya memenuhi keinginan hati ku yang memaksa diriku untuk datang ke sana. apakah aku harus membohongi hati ku juga ? aku sudah berkorban untuk memberikan sebuah senyuman palsu yang pahit..." belum sampai Anna menyelesaikan kalimat nya dia mendapat sanggahan "senyuman palsu yang pahit ? apakah kamu tidak mendengarkan kalimat apa yang kau utarakan kepadamu sebelum kau memutuskan untuk datang ke pernikahanya ? tak aneh beberapa orang menyebut mu bodoh"
"euuuu....hmmmmmm....cukup dengan semua penghakiman ini !"Anna pun akhirnya meneguk coklat panasnya untuk menjernihkan pikirannya. "sudah tidak ada lagi pembelaan yang bisa kau ucapkan dari bibir merah mu itu ?"
Anna menghela nafas dalam nya dan kembali menyenderkan kepalanya ke jendela di sampingnya. Anna merasa ada yang memperhatikannya dari jauh. bukan di jalanan tapi di dalam coffee shop itu sendiri. keheningannya pun terganggu karena datangnya sesosok pria yang tidak pernah dia kenal sebelumnya. Anna pun mencoba untuk menggali-gali lagi memorinya yang penuh dengan seorang pria saja. Anna  kebingungan. "apa kita pernah bertemu sebelumnya" pertanyaan yang terlontar dari mulut Anna. Akhirnya Anna berkenalan dengan seorang pria baru lagi yang bernama Arthur. Anna merasa terganggu dengan datangnya Arthur dan akhirnya pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Arthur. dia berjalan cepat sedikit berlari tapi pria yang baru dia kenal adalah seorang yang tak kenal pantang mundur.
saat Anna menunggu taksi datang, Arthur pun datang dan berdiri di sampingnya.  "hei kita bertemu lagi, apakah ini konspirasi alam yang biasa kita kenal sebagai ketidak sengajaan atau kebetulan itu ada ?" sambil tersenyum Arthur seakan ingin menarik perhatian dari Anna. "kebetulan ? aku tidak percaya dengan sebuah kata kebetulan, yang ada adalah kebenaran tak ada kebetulan. maaf tidak ada pembetulan tapi yang ada adalah pembenaran. apa yang kau lakukan di sini ? apa kau sengaja membututi ku ?" Anna menjadi ketus.
"membututi mu? tidak aku hanya menunggu taksi dan kebetulan kau berada di sini juga. apakah aku salah berada di sini juga untuk menunggu tumpangan untuk pulang ?"
Alam seakan benar-benar membuat skenario yang hebat untuk kedua manusia ini. hujan pun turun lagi dengan derasnya yang sesaat berhenti sebelumnya. Anna pun mengeluarkan payung hitam nya tapi Arthur seakan kelabakan mencari tempat berteduh karena tidak ada tempat yang cocok untuk sekedar menunggu hujan di sisi jalan. "bolehkah aku menumpang berpayung denganmu ?"  Arthur memohon karena jaketnya tidak terbuat dari bahan yang tahan dengan air hujan. "silahkan saja tetapi saat ada taksi datang aku akan pergi"  Anna menjawab dengan ketus.
Arthur pun berdiri di samping Anna sangat dekat, karena payung Anna yang kecil menyulitkan mereka berdua untuk berdiri berdampingan dengan jarak yang renggang. tak lama langitpun bergemuruh. lalu Arthur mulai mencoba kembali membuka topik perbincangan yang baru. "apakah kau tahu ada seorang bocah yang memarahi langit karena tersentak kaget karena petir yang menyambar ? hahaha sebuah cerita yang konyol seorang Anak dan langit" Arthur tertawa sambil tersenyum "mengapa anak itu memarahi lagit ? apa salah langit dia hanya memberikan keindahan lain saat langit cerah tetapi iya memang sedikit menyeramkan saat langit terhimpun menjadi sebuah gundukan awan gelap di siang hari." Anna mulai mencoba untuk tidak ketus terhadap Arthur. 
akhirnya Arthur pun menceritakan tentang bocah dan langit dan Anna mendengarkan nya dengan seksama. "hahaha konyol sekali anak itu sampai-sampai langit pun dia marahi" Anna pun mulai terhibur dengan cerita dari Arthur. suasana menjadi cair, Anna dan Arthur pun saling berbagi cerita sambil menunggu datangnya taksi.
tak lama sebuah mobil sedan kuning datang. "akhirnya ada juga taksi tak apa bila aku pergi lebih dahulu ?" Anna merasa tidak enak karena hujan masih turun dan payung yang dia punya hanya satu-satunya. " tak apa aku bukan lah bocah yang takut petir pulanglah semoga harimu menyenangkan besok" Arthur berucap sambil membukakan pintu untuk Anna. "kapan kita bisa bertemu lagi ?
" Arthur bertanya penasaran. bila kau percaya dengan teori konspirasi alam yang kau juluki dengan kebetulan maka kita akan bertemu kembali tapi entah kapan" 
Arthur pun hanya tersenyum dan menutupkan pintu taksi. sebuah senyuman yang lega darinya karena dia bisa menghibur seseorang yang baru dia kenal. Anna pun merasa terhibur dengan hadirnya Arthur tadi dengan cerita-cerita yang mereka bicangkan. "apa kau merasa senang Anna ?" seseorang disampingnya bertanya. "aku cukup terhibur tapi tak sepenuhnya gembira" Anna menjawab. "baguslah bila begitu karena sangatlah susah membuat mu senang akhir-akhir ini. pikiranmu hanya untuk dirinya yang sudah pergi."
"ahh sudahlah mengapa kau mengungkit kembali hal pahit itu ? aku sudah berusah untuk tidak terlalu memikirkanya karena aku masih mempunyai kehidupan yang layak daripada aku terus menerus memikirkan hal itu" Anna kembali ketus dan melihat mobil yang lalu lalang di samping taksi kuning yang menerobos hujan kecil.
telpon genggamnya pun berdering ada nama "hujan" terpampang di monitornya. "hallo. hai hujan apa kabar ? lama sekali tak mendengar kabar dan suaramu, apa kau baik-baik saja ?" Anna mengangkat telpon dan menanyakan kabar dari temannya. hujan adalah sahabat Anna dari jaman mereka masih bocah sampai tumbuh menjadi dua gadis yang cantik. Hujan meninggalkan Anna untuk berkuliah di luar negri. "apa kau sedang ada disini ? baiklah kapan kita bisa bertemu ? aku sangat rindu denganmu banyak hal yang ingin aku bagikan dengan mu." Mata Anna semakin bersemangat "oke, besok kita bertemu di Coffee shop tempat biasa kita ke sana. oke hujan ? baiklah kalau begitu" Anna sangat senang karena hujan telah kembali untuk berlibur di Bandung.
Hujan datang terlebih dahulu dia duduk di tempat yang sama seperti tempat duduk Anna kemarin duduk. tepat di sebelah jendela besar tempat dimana bisa melihat aktifitas di luar Coffee shop dengan leluasa. saat Anna datang dan masuk ke Coffee shop mukanya berbinar dan senyuman lebar tidak bisa di tahan lagi saat melihat Hujan di depan matanya. "hei Hujan apa kabar ? aku sangat merindukanmu. " Anna memeluk Hujan dengan erat. "aku baik-baik saja, maafkan aku tidak sempat memberimu kabar karena tugas-tugasku yang sangat menumpuk dan tidak bisa di tinggalkan. bagaimana dengan dirimu ? dirimu nampak berbeda dari terakhir kali kita bertemu. ada apa Anna ?"
Anna pun menceritakan hal-hal yang membuatnya jatuh kedalam jurang keputus asaan. "wah, berat sekali bebanmu kemarin. tapi keputusan yang berani untuk datang ke pernikahannya. bila aku menjadi dirimu mungkin aku tidak akan datang dan lebih memilih di rumah menikmati hujan turun sambil mendengarkan musik Jazz yang bisa mengalihkan pikiranku dari nya"
"kau berkata seperti baru mengenalku saja Hujan. kau tahu kan bagaimana diriku saat hal-hal seperti itu terjadi" Anna menundukan kepalanya seakan-akan di permainkan oleh isi hatinya sendiri karena datang ke pernikahan itu. "aku tidak menyalahkan mu karena datang ke sana aku hanya memberikan perbandingan saja, hei tegakanlah kepalamu mengapa kau begitu murung. sudahlah yang sudah terjadi biarkan terjadi sekarang kau harus bangkit dan membuktikan kalau adalah sebuah kesalahan dia meninggalkan mu begitu saja. " Hujan merasa bersalah karena membuat Anna kembali murung lagi. dia memberikan motivasi-motivasi lain untuk menghiburnya.
" ada sebuah kejadian aneh Hujan. saat aku kembali dari pernikahan dia, aku datang ke tempat ini kemarin untuk menenangkan diri tetapi ketenanganku terganggu karena ada seorang pria yang datang. namanya Arthur."
"hah siapa dia ??" Hujan terbingung-bingung mendengarnya. "lalu apa yang dia lakukan ??"
"dia hanya mengajak ku berkenalan dan mencoba untuk menghiburku. awalnya aku merasa terganggu dengan kedatangnya tapi akhirnya aku merasakan rasa yang lain." Anna menceritakan kejadian saat dia bertemu dengan Arthur.
"wah...nampaknya dia tertarik dengan dirimu saat pertama bertemu. " Hujan sumringah setelah mendengar cerita tentang Arthur dan Anna.
tak lama kemudian mata Anna terpaku melihat pintu yang terbuka dan sesosok pria yang dia kenal keluar dari pintu tersebut. Anna terdiam saat Hujan menceritakan pengalamannya bersekolah di luar negri.  "heiii...Anna... apa kau tidak mendengarkan semua ceritaku ?" tanya Hujan kesal. "apa yang kau lihat Anna ?" .Anna hanya terdiam melihat seseorang di pintu. 
dan lelaki itu adalah Arthur



To be continue 



Alta Titus