Wednesday, November 12, 2014

BOCAH DAN LANGIT

"aku ingin keluar bu...biarkan aku bermain bersama teman-temanku" rengek rangga, seorang bocah yang masih berumur tujuh tahun yang ingin menikmati keriangan di bawah dinginnya air hujan. "ibu tidak ingin kau sakit, ibu bukan seperti orang tua teman-temanmu yang mudah saja membiarkan anak-anaknya bermain di bawah guyuran air hujan !" ibu rangga adalah orang yang terlalu memanjakan rangga.
 sebagai anak bungsu wajar bila rangga sangat di sayang dan di manja oleh ibunya. tetapi rangga sangatlah memaksa ingin bermain di bawah riuhnya air hujan di siang itu. karena tidak di berikan ijin oleh ibunya, rangga akhirnya berlari ke kamarnya dan menangis. rasa marah telah merasuki dirinya. rangga hanyalah anak kecil yang ingin bermain riang bersama teman-temanya tetapi ibunya melarangnya. sangatlah sulit untuknya dapat melakukan hal-hal yang rangga inginkan. wajar saja toh dia adalah anak bungsu, bukan hal yang aneh bila orang tuanya sangat memanjakan dia. setelah murung beberapa saat karena ngambek dengan perlakuan ibunya, rangga pun melongok ke jendela kamarnya. dia melihat beberapa anak yang sangat senang menikmati hujan tanpa menghiraukan perkataan tetua desa rangga yang menyuruh mereka pulang agar mereka terhindar dari sakit. mereka juga tak menghiraukan jutaan kilowatt listrik yang jatuh ke bumi. petir saling bersambaran seperti saling berkomunikasi untuk menunjukan eksitensi diri mereka di bumi dan kepada manusia-manusia yang seperti semut bila di lihat dari gelapnya langit siang itu. langit seperti marah kepada bumi tetapi anak-anak ini begitu asik memainkan air yang turun secara cuma-cuma ke atas tubuh mereka. tidak aneh, hanyalah anak-anak yang tidak suka bermain dan bercanda lah yang tidak suka bermain dengan hujan.

"DUAARRRR !!!!" Suara petir terdengar keras hingga menggetarkan kaca jendela tipis kamar rangga. tak ayal rangga pun tersontak kaget dan terlontar dari pijakannya. ibunya pun langsung lari menghampiri kamar rangga. ibunya kaget melihat anaknya sudah terkulai di lantai. saat rangga melihat ibunya dia pun berlari dan memeluk erat tubuh ibunya "aku takut bu...petir itu menganggetkanku" ibunya berusaha menenangkan rangga.

hujan pun berhenti turun, petir yang tadinya begitu senang menyambar bumi nampak dibungkam seketika saat awan-awan gelap yang menyelimuti bumi hilang berganti dengan awan di sore yang indah. rangga pun terbangun dari tidurnya, dia terhanyut oleh buaian halus dan dekapan hangat dari ibunya. rangga pun keluar dari rumahnya untuk melihat pelangi sore yang indah.
dia begitu marah kepada langit, kenapa langit memberikan sebuah ketakutan dalam sebuah kegembiraan. "hai langit kenapa kau begitu jahat menganggetkan ku dengan sambaran petirmu ? apakah kau ingin menerorku ?? " umpatan kecil dari seorang bocah SD yang mempunyai dendam karena terperanjat kaget karena mendengar suara petir yang sangat keras hingga kaca tipis jendelanya pun bergetar ketakutan karena nya.

langitpun menjawab dengan gemuruh kecil, rangga pun sempat kaget karenanya "apakah kau ingin menakut-nakutiku ? aku tidak takut denganmu !" rangga menanggapi kasar gemuruh itu. langitpun hanya terdiam membisu seakan tidak mendengar suara seorang bocah yang terlampau kecil untuk di dengarkan dari tingginya langit. ribuan meter perbedaan antara bumi dan langit dan seorang rangga berusaha mendapatkan perhatian dari langit. sebuah lelucon bagi orang dewasa.

rangga masih menunggu jawaban dari sang langit tapi tak ada yang dia dengar hanya kicauan burung  gereja yang sambil berterbangan di antara ranting-ranting basah. seakan-akan menertawakan kebodohan anak kecil ini yang mengharapkan sesuatu dari bocah ini.

rangga tak habis akal dia pun mencari kursi untuk dia panjat dan sebuah buku sekolah yang dia gulung berbentuk corong supaya suaranya bisa lebih terdengar lagi sampai ke langit sana. "hei langit ! apakah kau sekarang mendengar suaraku ??!! aku bukan lah bocah yang gampang kau bodohi seperti teman-temanku yang tadi menikmati air yang kau berikan !" rangga merasa berani dan pintar karena hanya dia satu-satunya anak yang keluar setelah hujan reda dan langsung memberi umpatan kepada langit. teman-temanya ? mungkin sedang menikmati segelas teh hangat sambil menonton tv.
"tunjukan kepadaku bila engkau memang bersahabat dengan akudan tidak ingin menakut-nakutiku! tunjukan !!" sinar matahari yang jingga menyelip di antara gumpalan-gumpalan awan hitam seakan ingin menjawab pertanyaan bocah ini yang lama kelamaan sedikit menyebalkan. "hanya sinar ?? aku pun bisa melakukannya dengan senter yang aku punya di rumah !" rangga berteriak melalui buku yang di gulung berbentuk corong.

langit merasa kesal karenanya. sinar jingga yang tadinya menyeruak keluar dari sela-sela awan menjadi enggan untuk menunjukan kembali keramahan langit kepadanya. Rangga masih kesal karena dia merasa di permainkan oleh langit. dahinya mengerut, matanya memicing dan akhirnya dia tersadar ada keindahan keluar dari atas langit.
sebuah kumpulan warna bersatu membentuk sebuah lengkungan yang biasa kita kenal dengan nama pelangi. rangga pun terpukau karena langit memberi keramahan yang dia harapkan. lembayung senja yang indah di padukan dengan sebuah lengkungan pelangi yang seakan akan membelah bumi dari barat ke timur.

rangga tersenyum, bibirnya yang tadi murung berubah menjadi lengkungan indah seorang bocah polos yang tadinya memberikan umpatan-umpatan kepada langit, tetapi langit seperti mengerti apa kemauan bocah satu ini yang begitu kesal karena di kagetkan oleh petir yang seenaknya menyambar bumi tanpa memberikan permisi.

sebuah keajaiban yang membuat rangga begitu senang di sore itu.




tamat

No comments:

Post a Comment