"aku ingin keluar bu...biarkan aku bermain bersama
teman-temanku" rengek rangga, seorang bocah yang masih berumur tujuh tahun
yang ingin menikmati keriangan di bawah dinginnya air hujan. "ibu tidak
ingin kau sakit, ibu bukan seperti orang tua teman-temanmu yang mudah saja
membiarkan anak-anaknya bermain di bawah guyuran air hujan !" ibu rangga
adalah orang yang terlalu memanjakan rangga.
"DUAARRRR !!!!" Suara petir terdengar keras hingga
menggetarkan kaca jendela tipis kamar rangga. tak ayal rangga pun tersontak
kaget dan terlontar dari pijakannya. ibunya pun langsung lari menghampiri kamar
rangga. ibunya kaget melihat anaknya sudah terkulai di lantai. saat rangga
melihat ibunya dia pun berlari dan memeluk erat tubuh ibunya "aku takut
bu...petir itu menganggetkanku" ibunya berusaha menenangkan rangga.
hujan pun berhenti turun, petir yang tadinya begitu senang
menyambar bumi nampak dibungkam seketika saat awan-awan gelap yang menyelimuti
bumi hilang berganti dengan awan di sore yang indah. rangga pun terbangun dari
tidurnya, dia terhanyut oleh buaian halus dan dekapan hangat dari ibunya.
rangga pun keluar dari rumahnya untuk melihat pelangi sore yang indah.
dia begitu marah kepada langit, kenapa langit memberikan
sebuah ketakutan dalam sebuah kegembiraan. "hai langit kenapa kau begitu
jahat menganggetkan ku dengan sambaran petirmu ? apakah kau ingin menerorku ??
" umpatan kecil dari seorang bocah SD yang mempunyai dendam karena terperanjat
kaget karena mendengar suara petir yang sangat keras hingga kaca tipis
jendelanya pun bergetar ketakutan karena nya.
langitpun menjawab dengan gemuruh kecil, rangga pun sempat
kaget karenanya "apakah kau ingin menakut-nakutiku ? aku tidak takut
denganmu !" rangga menanggapi kasar gemuruh itu. langitpun hanya terdiam
membisu seakan tidak mendengar suara seorang bocah yang terlampau kecil untuk
di dengarkan dari tingginya langit. ribuan meter perbedaan antara bumi dan
langit dan seorang rangga berusaha mendapatkan perhatian dari langit. sebuah
lelucon bagi orang dewasa.
rangga masih menunggu jawaban dari sang langit tapi tak ada
yang dia dengar hanya kicauan burung
gereja yang sambil berterbangan di antara ranting-ranting basah.
seakan-akan menertawakan kebodohan anak kecil ini yang mengharapkan sesuatu
dari bocah ini.
rangga tak habis akal dia pun mencari kursi untuk dia panjat
dan sebuah buku sekolah yang dia gulung berbentuk corong supaya suaranya bisa
lebih terdengar lagi sampai ke langit sana. "hei langit ! apakah kau
sekarang mendengar suaraku ??!! aku bukan lah bocah yang gampang kau bodohi
seperti teman-temanku yang tadi menikmati air yang kau berikan !" rangga
merasa berani dan pintar karena hanya dia satu-satunya anak yang keluar setelah
hujan reda dan langsung memberi umpatan kepada langit. teman-temanya ? mungkin
sedang menikmati segelas teh hangat sambil menonton tv.
"tunjukan kepadaku bila engkau memang bersahabat dengan
akudan tidak ingin menakut-nakutiku! tunjukan !!" sinar matahari yang jingga
menyelip di antara gumpalan-gumpalan awan hitam seakan ingin menjawab
pertanyaan bocah ini yang lama kelamaan sedikit menyebalkan. "hanya sinar
?? aku pun bisa melakukannya dengan senter yang aku punya di rumah !"
rangga berteriak melalui buku yang di gulung berbentuk corong.
langit merasa kesal karenanya. sinar jingga yang tadinya
menyeruak keluar dari sela-sela awan menjadi enggan untuk menunjukan kembali
keramahan langit kepadanya. Rangga masih kesal karena dia merasa di permainkan
oleh langit. dahinya mengerut, matanya memicing dan akhirnya dia tersadar ada
keindahan keluar dari atas langit.
sebuah kumpulan warna bersatu membentuk sebuah lengkungan
yang biasa kita kenal dengan nama pelangi. rangga pun terpukau karena langit
memberi keramahan yang dia harapkan. lembayung senja yang indah di padukan
dengan sebuah lengkungan pelangi yang seakan akan membelah bumi dari barat ke
timur.
rangga tersenyum, bibirnya yang tadi murung berubah menjadi
lengkungan indah seorang bocah polos yang tadinya memberikan umpatan-umpatan
kepada langit, tetapi langit seperti mengerti apa kemauan bocah satu ini yang
begitu kesal karena di kagetkan oleh petir yang seenaknya menyambar bumi tanpa
memberikan permisi.
sebuah keajaiban yang membuat rangga begitu senang di sore
itu.
tamat
No comments:
Post a Comment