Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 5 sore, waktunya Anna berkemas untuk pulang. Hari yang begitu melelahkan untuk Anna karena pekerjaan yang bertubi-tubi tiada henti sepanjang hari. Anna meyenderkan punggungnya untuk sesaat dan meluruskan kakinya yang pegal.
Anna memandang langit yang menguning, senja. "Begitu indah sore ini" Anna bergumam sendiri.
"Mau kuantar pulang Anna ?" Seorang dengan paras lumayan tampan mengagetkan Anna dengan seruan dadakannya.
"Boleh, tapi tidak sekarang. Aku masih ingin istirahat sebentar lagian jalanan pasti sedang padat-padatnya" Anna membalas ajakan pria tersebut dengan senyuman yang selalu bisa membius setiap pria agar menuruti kemauannya.
"Oh, oke kalau begitu. Aku tunggu di lobby bawah ya." Pria itu pun lalu pergi bergegas dengan sikap yang ramah juga.
Dia adalah Ale seorang fotografer. Ale sudah beberapa bulan ini mengisi hari-hari Anna. Ale lah yang menyelamatkan Anna dari jurang kegalauan terdalam.
"Ayo pulang" kata Anna ke Ale yang menunggunya
"Oke, tapi gimana kalau kita ngopi dulu. Mataku sedikit berat karena pekerjaan hari ini. Aku takut tertidur saat mengantarmu pulang...hehehe" ajak Ale
"Ide bagus, ayo berangkat" Anna mengiyakan ajakan Ale dengan antusias
Tak ada hubungan spesial sesungguhnya antara mereka berdua. Tak ada kata saling mencinta antara mereka tetapi mereka saling nyaman saat bersama. Anna begitu senang saat bersama Ale, seakan dia bisa melupakan beban yang ada di pundaknya -beban pekerjaan dan beban perasaan- . Ale pun seorang pria lajang yang menjadi idola karena paras dan sifatnya yang mudah bergaul dan sopan dengan lawan jenis. Tak hanya teman sekantornya, para model yang menjadi objek kreasinya dalam menggunakan kamera pun banyak yang jatuh hati. Dia sadar akan kelebihannya tetapi tidak memanfaatkannya sebagai alat untuk menarik lawan jenisnya untuk pergi menemaninya menikmati secangkir kopi arabica hangat di sore hari. Dia lebih senang sendiri daripada harus repot mengurusi wanita-wanita yang menjadi penggemarnya.
Hal yang berbeda dia rasakan saat bersama Anna.
Sampailah mereka di sebuah coffe shop yang tidak terlalu jauh dari kantor mereka. Sebuah gedung tua berarsitektur belanda dengan sofa-sofa antik khas belanda dan juga lampu-lampu kuning menyambut mereka.
"Pesankan aku secangkir Capucinno ya, aku akan mencari tempat untuk kita" ujar Anna sambil mencari tempat duduk dekat jendela yang menjadi favorit Anna.
"Oke, ada lagi ?" Ale membalas.
"Sudah itu saja." Anna pun membalas sambil berjalan ke tempat duduk yang sudah dia temukan.
Tak lama Ale membawakan secangkir Capucinno pesanan Anna. "Kenapa kau begitu suka duduk di dekat jendela ? Tak hanya disini di kantor pun mejamu bersebelahan langsung dengan jendela besar yang menatap kearah gedung lain." Ale bertanya penasaran.
"Aku suka melihat keadaan diluar. Tidak kah kau sadar sering terjadi hal-hal ajaib di luar sana ?" Anna menjawab sambil melemparkan senyuman hangat, sehangat kopi hitam Arabica yang Ale pesan dan sehangat suasana di Coffeshop itu.
"Hah ? Hal ajaib ?" Ale sedikit mengerutkan dahinya sambil menaikan satu alis tebalnya.
"Iya, sering terjadi hal ajaib."
"Seperti?"
"Coba kamu lihat pasangan itu, mereka terlihat begitu bahagia walaupun hanya duduk di sebuah kursi panjang yang terbuat dari besi di trotoar jalan" Anna menunjuk ke pasangan kakek nenek yang menikmati senja di trotoar jalan berdua.
"Setiap pasangan mempunyai caranya sendiri untuk bahagia, tidak harus dengan gemerlap lampu restoran yang mahal, tidak harus dengan jamuan makan malam yang indah dan romantis. Kadang sepasang kekasi saling bertemu dan bisa saling memandang dan menyentuh itu bisa jadi salah satu cara ajaib dunia ini membuat mereka bahagia" Ale lalu terdiam dan memandangku. aku merasa aneh saat dia memandangku, hatiku merasa ada yang menggelitik dan membuatku tersenyum kepadanya.
"Mungkin itu hal yang telah lama tak kurasakan" ucapku sambil sedikit menunduk.
"Kenapa ?" Jawab ale
"Entah mungkin karena aku sibuk dengan pekerjaanku yang bisa hampir mengambil lebih dari setengah hariku"
"Apakah kau tidak pernah membuka mata dengan sekitarmu?"
"Maksudmu ?" Jawab Anna sambil mengerutkan dahi
"Hmmmm...tidak sudahlah, tidak usah kau pikirkan lagi. Anggap saja aku tak pernah menanyakan hal itu hehehe" Ale mengelak dengan tertawa kecil.
Anna dan Ale pun akhirnya membicarakan hal-hal pekerjaan kembali setelah sempat kikuk dengan pernyataan dari Ale ke Anna. Anna seakan ingin melupakan pernyataan yang Ale lontarkan barusan, tetapi semakin dia ingin melupakan semakin menancap dengan kuat pernyataan yang dibuat ale.
"Maksudnya apa ya ? Apakah hanya candaan tidak sengaja atau jangan-jangan dia menyimpan perasaan kepadaku" Anna mencoba bertanya dengan dirinya sendiri.
"Sudah jam segini lagi, waktu seakan berjalan cepat ya ?" Ale membereskan tasnya dan memakai jaketnya seakan bersiap untuk pulang.
"Pantas mataku terasa mulai berat, ayo kita pulang" jawab Anna.
Sepanjang perjalanan mereka tidak sedikitpun mengobrol, entah apa yang terjadi tetapi yang pasti mereka seakan masuk kedalam suatu kondisi kikuk dimana topik pembicaraan seakan menghilang dari benak mereka berdua.
"Terima kasih sekali sudah mau mengantar sampai depan rumah" ujar Anna sesampainya mereka di depan rumahnya.
"Oke, sama-sama terima kasih juga buat kopinya." Jawab Ale.
Setelah berpamitan Ale pun langsung bergegas pulang dan Anna pun masih bertanya 'apakah benar Ale....'
(To be continue)